Sambut Liburan, Bani Said Basmol Gelar Koenang

JAKARTA. Keluarga Besar H M Said dan Hj Maesaroh Basmol bakal menggelar jalan-jalan bareng dalam rangka menyambut liburan sekolah. Rencananya, kegiatan bertajuk Koempoel Senang alias Koenang 2023 tersebut akan dilaksanakan di Villa Puncak Bogor pada 24 Juni mendatang.

H Ahmad Fuad, Panita Pelaksana Koenang bilang, berkumpul dan liburan bersama bertujuan untuk merekatkan rasa kekeluargaan. Maklum, jumlah anggota Keluarga Besar H M Said dan Hj Maesaroh Basmol saat ini sudah mencapai 71 orang.

Alhamdulillah, persiapan untuk liburan bareng udah dilaksanakan, mudah-mudahan pada bisa ikut semua yak,” ujar Fuad ketika ditemui di kantornya Depo HS, belum lama ini.

Ia menambahkan, pihaknya bersama dengan segenap panitia telah melakukan survei lokasi villa untuk memastikan fasilitas-fasilitas yang bisa digunakan. Menurut Fuad, beberapa fitur yang diperlukan untuk menunjang acara keluarga besar ini di antaranya, ketersediaan kamar untuk menginap, lapangan, aula, serta kolam renang khusus bagi anak-anak.

Pan anak-anak kecil di keluarga Kong Said banyak, yah biar pada senang dah ikut acara entar besok. Ini kan sesuai tema acara yaitu Koenang atau Koempoel Senang,” ujarnya sambil menggeser galon Le Mineralle.

Hal senada diungkapkan Iklil Mawla, Panitia Pelaksana Koenang lainnya. Dia menuturkan, selain liburan bersama, kegiatan Koenang ini juga diharapkan menjadi sarana bagi keluarga besar untuk bermusyawarah.

“Banyak deh, nanti orang-orang tue kite kan bisa ngopi ame ngobrol bareng. Nah, kalau anak-anaknye mah palingan juga berenang ame main bole deh,” imbuh Iklil sembari menggulung kain sarungnya yang tiba-tiba kendor.

Ia menambahkan, pihaknya juga berterimakasih atas dukungan penuh Keluarga Besar H M Said dan Hj Maesaroh dalam mempersiapkan kegiatan Koenang 2023. Selain itu, bantuan dari para sponsor kegiatan di antaranya, Depo HS, Pecimerah.com, Majelis Taklim Al Utsmaniyyah, Myeisha Corp, Rumah Belajar Tiga Siku, serta pihak korporat lainnya.

Menyapa Bukit Jempol, dan Sejuknya Sungai di Empat Lawang

Alhamdulillah, pada Lebaran Idul Fitri 1444 H ini, saya sekeluarga bisa pulang ke kampung halaman istri di Kota Palembang, Sumatera Selatan. Lebih dari seminggu kami menetap di bumi Sriwijaya ini semenjak lebaran hari kedua.

Nah, di sela-sela mengisi waktu liburan di kediaman mertua dan kakak ipar, kami pun berkesempatan untuk menyambangi rumah adik ipar. Ya, cukup jauh juga perjalanannya dari Kota Palembang. Bisa memakan waktu tujuh hingga delapan jam perjalanan.

Rabu, 25 April 2023, kami pun bersiap berangkat dari Kota Palembang menuju Tebingtinggi, Kabupaten Empat Lawang, Sumatera Selatan. Kurang lebih, sekitar 320 kilometer jaraknya.

Sejumlah tempat hingga pusat kabupaten/kota kami lalui, mulai dari Indralaya, Prabumulih, Muara Enim, hingga Lahat. Berbagai pemandangan alam juga cukup kaya, seperti sungai yang menjadi ciri khas Sumatera Selatan dengan panjangnya Sungai Musi, persawahan, perkebunan kebun sawit, hingga hutan dan rawa-rawa.

Gunung Jempol alias Bukit Serelo

Ketika perjalanan telah memasuki Kabupaten Lahat, mulailah nampak perbukitan yang memanjang. Di sepanjang Jalan Raya Lahat, perbukitan Bukit Barisan tampak indah terlihat. “Ke sano, pacak (bisa) ke Pagar Alam,” kata istri.

Tapi, di antara berbagai perbukitan tersebut ada satu gundukan tanah dan batuan tampak mencolok. Bentuknya unik, seperti ekspresi tangan. Lokasi tersebut dikenal dengan Bukit Serelo atau lebih dikenal dengan Gunung Jempol lantaran mirip bentuk jempol.

Berdasarkan laman Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan, Bukit Serelo berlokasi di Desa Ulak Pandan, Kabupaten Lahat. Tempat merupakan salah satu objek wisata terpopuler di Kabupaten Lahat. Gunung Jempol merupakan bagian dari Bukit Barisan yang terentang panjang dari Aceh hingga Lampung dan merupakan barisan bukit terpanjang di Pulau Sumatera.

Kabarnya, pemandangan di atas bukit sangat menakjubkan, dengan aliran Sungai Lematang di sekitar bukit Serelo. Di lereng bukit terdapat beberapa tempat untuk berkemah ataupun piknik. Salah satunya adalah Pelancu yang merupakan tempat wisata kreatif di Desa Ulak Pandan. “Sebagian besar pengunjung menghabiskan waktunya dengan berkemah, hiking ataupun sekadar piknik di padang rumput atau di tepi Sungai,” tulis laman Pemprov Sumsel.

Sayang, kami tidak berkesempatan ke sana lantaran memang tujuan bukanlah Lahat, Bukit Barisan, ataupun Pagar Alam. Namun, kami hendak ke Tebingtinggi, Kabupaten Empat Lawang. Wilayah di Sumatera Selatan yang terkenal dengan produksi duriannya.

Wisata Rantau Tenang Indah

Sekitar dua malam kami bermukim di Empat Lawang, di rumah keluarga adik Ipar. Wilayah tersebut termasuk daerah perbukitan dengan dominasi tanaman durian yang menjadi mata pencaharian para penduduk di sana. Ya, pastinya tidak semua, sebab ada juga yang menanam padi, pedagang, pekerja lepas, atau pengurus mushola.

Mungkin kami kurang beruntung atau belum berjodoh dengan sang durian. Sebab, “Lagi dak musim.”

Bayangan seperti serial kartun Upin dan Ipin yang bermalam di kebun untuk menjaga durian runtuh terpaksa sirna. Bahkan, mencicipi manisnya rasa buah berduri tersebut tak sempat. Hanya sedikit menyium aroma durian dari pedagang yang menjajakan di pinggir jalan. Dan itu pun teramat sangat jarang.

Nah, selain durian, di Empat Lawang juga memiliki destinasi wisata, yang menurut saya, cukup lumayan dan menjanjikan. Lokasi tersebut bernama Wisata Rantau Tenang Indah. Wisata air berupa sungai serta terdapat fasilitas bermain anak.

Yang menarik, tiket tempat masuk wisata tersebut sangat murah. Yakni, hanya Rp 2.000 per orang. “Mura nian,” ujar salah seorang rombongan yang turut serta bersama kami.

Dengan harga tersebut, Anda bisa berenang di sungai sepuasnya, serta bermain fasilitas lain yang disediakan secara gratis. Dan memang, untuk permainan anak seperti odong-odong, istana balon, mancing bola, serta lainnya disediakan dengan harga sekitar Rp 5.000 hingga Rp 10.000 per orang untuk sekali main.

Ya, masih terbilang terjangkau untuk biaya wisata keluarga.

Wisata pemandian sungai, cukup ramah terhadap anak-anak. Aliran sungai tidak begitu deras dan lumayan jernih. Merasakan sejuknya air Sungai Muare. Ya, meskipun di pinggir mungkin ditemui serakan sampah, sebagaimana terjadi pada destinasi wisata lainnya di negeri kita. []

 

 

 

Perbaiki Tulisanmu, Pesan Ibu Guru

SAYA MUNGKIN salah satu manusia yang memulai sebuah tulisan dengan air mata. Air mata yang nyata.

Bagaimana tidak, di suatu pagi dengan menggendong tas ransel di belakang punggung yang berisi dengan perlekapan menulis, saya cukup percaya diri mengenakan pakaian seragam celana pendek berwarna merah dan kemeja putih.

Saya berpamitan kepada kedua orang tua dan berjalan meninggalkan luar rumah.
Saya berangkat ke sekolah.

Berjalan menyusuri lorong komplek menuju gedung SD berlantai dua, tanpa bekal pernah atawa bisa membaca dan menulis. Bahkan parahnya, memegang kayu pencil pun jarang.

Pelajaran pertama dimulai, dan anak-anak diminta Bu Rus (Guru Kelas I) untuk mengeluarkan perabotan dari dalam tas masing-masing. Siapkan buku dan pencil di atas meja.

Entah tulisan apa yang diminta oleh Ibu Guruku tercinta ini, mungkin nama masing-masing murid atau menuliskan kata atau huruf yang ditulis di papan tulis. Atau bisa jadi tokoh favorit atau akun media sosial yang dimiliki (ini sih tak mungkin karena masih tahun 1990-an, haha).

Bergegas semua murid mulai memadukan pencil dan bukunya. Saya pun tak mau ketinggalan, ingin juga merasakan getaran pencil di arena kertas putih buku.
Tapi, rasanya pencil sulit untuk bergerak. Walaupun bergerak, goretannya tak sesuai dengan yang saya inginkan.

Melihat sekeliling kawan-kawan di bangku sebelah dan di ruang kelas yang dengan mudah menulis di buku. Saya malah panik, terus mencoba menggerakkan pencil.

Tak terasa, tiba-tiba air mata mengalir. Tapi tidak sampai membasahi bumi, hanya menetes sedikit demi sedikit di atas kertas putih di dekat ujung mata pencil.

Saya seakan tak rela kertas yang basah terkena air mata, sembari menulis saya pun berupaya mengeringkan tumpahan air suci (tapi tidak mensucikan) tersebut dengan menggosok secara perlahan dengan tangan.

Gosokan demi gosokan makin kencang lantaran kertas justru semakin lembab oleh guyuran air mata yang tak kunjung berhenti. Mungkin saya semakin ketakutan dan malu karena tak mampu menulis seperti yang diperintah Ibu Guru.

Bukannya sibuk menyelesaikan tugas menulis, saya justru mengelap dan terus mengusap limpahan air mata yang jatuh ke hamparan kertas. Tiba-tiba, kepanikan semakin membuncah, kertas yang seharusnya menjadi media tulisan justru dihajar air mata dan gosokan tangan.

Waduuh.. kertas saya malah jadi bolong.

Walhasil, singkat cerita catatan raportnya Bu Rus dengan tulisan tangannya berpesan kepada kepada saya untuk memperbaiki tulisan, dan Belajarlah untuk menulis.

Mungkin inilah cerita awal saya yang tak singkat tentang tulis-menulis, mudah-mudah menjadi bahan bacaan meskipun dirasakan kurang manfaat.
Ya, harus saya teruskan belajar untuk menulis. Kemudian, perbaiki tulisan itu.

Selamat menikmati konten-konten lain dalam blog ini.